Tes asam nukleat

Tes asam nukleat adalah rekayasa molekul yang digunakan untuk skrining donor darah untuk mengurangi risiko infeksi menular saat transfusi darah pada penerima donor. Tujuan tes asam nukleat ialah memberikan lapisan keamanan darah tambahan. Tes ini diperkenalkan pada akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an di negara-negara maju. Penerapan tes asam nukleat telah dilakukan pada virus imunodifisiensi manusia, virus hepatitis B dan virus hepatitis C. Keunggulannya ialah sangat sensitif dan spesifik terhadap asam nukleat virus. Tes asam nukleat didasarkan pada penggandaan daerah target RNA atau DNA pada virus. Selain itu, tes ini mempersingkat periode jendela sehingga deteksinya lebih cepat dibandingkan metode skrining lain. Manfaat lain dari tes asam nukleat adalah mengatasi hasil reaktif palsu pada metode serologis, sehingga dapat digunakan pada proses pemberitahuan dan konseling donor.[1] Beberapa teknik dasar pemeriksaan molekuler telah digunakan pada tes asam nukleat khususnya DNA. Teknik-teknik ini ialah hibridisasi dengan probe asam nukleat dalam bentuk larutan, hibridisasi dengan menggunakan matriks padat, hibridisasi in situ, polimorfisme konformasional untai tunggal, mikro-larik DNA, dan reaksi berantai polimerase.[2] Tes asam nukleat memerlukan tenaga medis yang terampil dan berpengalaman, karena menggunakan teknik pengujian yang sangat rumit.[3]

Sejarah penemuan

Tes skrining donor darah pertama untuk infeksi agen penyakit apapun dimulai sejak awal periode 1940-an. Mulanya, tes skrining donor darah diterapkan pada infeksi Treponema pallidum. Tdak ada tes skrining donor darah lebih lanjut yang diperkenalkan hingga penemuan dan karakterisasi berkas ntigen Australia (HBsAg) pada tahun 1968. Tidak adanya inovasi baru membuat banyak produk darah terkontaminasi dengan HIV, virus hepatitis, atau virus hepatitis B hiingga pertengahan 1990-an. Teknologi saat itu tidak mampu melakukan identifikasi virus sehingga mengakibatkan banyak infeksi dalam darah penerima transfusi. Pencegahan penularan virus mulai dilakukan setelah peningkatan jumlah kasus AIDS yang melibatkan ribuan penerima produk darah terinfeksi. Akhirnya, tes asam nukleat berhasil ditemukan. Tes ini dapat mendeteksi patogen yang ditularkan melalui darah. Pada tahun-tahun selanjutnya, tes asam nukleat dikembangkan dan diterapkan dalam berbagai format.[4]

Teknik molekuler

Hibridisasi in situ

Probe asam nukleat dapat digunakan pada metode analisis DNA melalui hibridisasi secara in situ. Metode ini mampu melakukan identifikasi rangkaian DNA yang spesifik. Proses hibridisasi yaitu dengan mempersiapkan cetakan asam nukleat, spesimen yang akan diuji, dan menentukan sel target dari DNA atau RNA. Penyiapan asam nukleat target bertujuan untuk memudahkan akses ke probenya. Proses hibridisasi dilakukan melalui pemanasa sel dengan suhu tinggi. Pemanasan akan menimbulkan reaksi pada probe DNA atau RNA yang telah diberi label sebelumnya. Senyawa yang mengandung radioaktif atau antigenik dapat digunakan sebagai label probe DNA atau RNA. Jenis peabel yang umum ialah digoksigenin. Selain itu diberikan antibodi yang berlabel dan spesifik seperti biotin atau fluoresen. Hasil akhir dari hibridisasi in situ adalah ekspresi gen yang hanya dapat dikode oleh DNA atau RNA. Ini memudahkan identifikasi serta lokalisasi DNA atau RNA dalam sel tertentu.[5]

Reaksi berantai polimerae

Reaksi berantai polimerase adalah teknik yang digunakan untuk menyalin asam deoksiribonukleat (DNA) sebanyak jutaan kali atau melakukan rekayasa genetika tertentu. Kegunaan umum dari reaksi berantai polimerase ialah menambahkan situs enzim restriksi, memutasikan basa tertentu pada DNA, dan menentukan adanya fragmentasi DNA di perpustakaan DNA komplemen. Reaksi berantai polimerase dibedakan menjadi reverse transcriptase PCR (RT-PCR) untuk amplifikasi asam ribonukleat (RNA) dan real-time PCR (QPCR) yang memungkinkan untuk pengukuran kuantitatif dari DNA atau RNA.[6] Reaksi berantai polimerase lebih umum dikenal sebagai PCR (kependekan dari istilah Inggris: polymerase chain reaction).[7] Reaksi berantai polimerase melakukan perbanyakan DNA dengan memanfaatkan 7 bahan yaitu cetakan DNA, enzim DNA polimerase tahan panas, satu pasang primer DNA, dNTP, kofaktor Magnesium klorida, larutan dapar dan air.[8] Perbanyakan DNA melalui tahapan pra-denaturasi DNA polimerase, denaturasi DNA polimerase, penempelan primer DNA pada DNA polimerase, pemanjangan primer DNA dan pemantapan.[9]

Jumlah sampel

Tes asam nukleat dapat dilakukan dengan jumlah sampel tunggal maupun jumlah sampel banyak. Pada tahun 1997, tes asam nukleat dengan jumlah sampel banyak, digunakan di Jerman pada jenis virus hepatitis C, Jumlah sampel diperoleh sebanyak 96 donor darah. Jumlah sampel berkurang menjadi 16, 8 dan 6 saja setelah negara-negara lain mengadopsi teknik ini. Penggunaan sampel dalam jumlah banyak bersifat hemat biaya, tetapi mempunyai beberapa batasan. Seluruh ukuran donor darah yang dikumpulkan harus diblokir hingga laporan tes asam nukleat tersedia. Sensitivitas tes asam nukleat juga akan menurun karena konsentrasi asam nukleat virus diencerkan dalam kumpulan sampel yang besar. Selain itu, uji reaktif pada seluruh kumpulan memerlukan resolusi untuk mengidentifikasi unit positif tunggal. Penambahan resolusi berati memerlukan langkah penanganan tambahan dan waktu tambahan untuk pengujian. Hal ini akan menunda waktu pelepasan unit. Pada tes asam nukleat yang menggunakan sampel tunggal, hasilnya lebih sensitif dibandingkan dengan tes asam nukleat dengan jumlah sampel banyak. Pada donasi nomo sampel tunggal, tes asam nukleat dapat melakukan identifikasi untuk melakukan tes diskriminatif. Kekurangan dari tes asam nukleat sampel tunggal adalah pemakaian biaya yang lebih tinggi.[1]

Penerapan

Hepatitis C

Diagnosis virus hepatitis dapat dilakukan salah satunya melalui tes asam nukleat. Jenis diagnosisnya berupa uji kandungan virus di dalam pembuluh darah.[10] Tes asam nukleat dapat menentukan adanya infeksi sebelum antibodi terbentuk. Ini dikarenakan tes ini dapat langsung mendeteksi virus. Karakteristik ini membuat periode jendela pada hepatitis C dapat dipersingkat. Tes asam nukleat dapat mengurangi periode jendela menjadi 22 hari yang umumnya dilakukan selama 66 hari.[11] Pasien yang memiliki hasil tes antibodi positif harus melakukan tes asam nukleat untuk mengetahui kandungan virus hepatitis C dan memastikan penularannya di dalam tubuh.[12]

HIV

Tes asam nukleat juga mempersingkat periode jendela pada penderita HIV. Periode yang dipersingkat antara masa infeksi hingga detektabilitas genom virus. Tes asam nukleat mempersingkatnya menjadi sekitar 12-15 hari. Penyingkatan periode jendela dapat dilakukan pada DNA maupun RNA HIV. Pada pengujian lanjutan, infeksi perlu diberikan pemeriksaan diagnostik infeksi secara kualitatif atau sistem deteksi kuantitatif. Diagnosis lanjutan dilakukan dengan pengukuran kadar dari penggandaan asam nukleat HIV. Tujuannya untuk pemantauan prognosis atau pengobatan pada tes jumlah virus. Tes asam nukleat juga dapat memberikan resolusi pada kasus-kasus dalam tes serologi dengan hasil yang kurang jelas. Pada bayi, tes asam nukleat memberikan hasil yang jelas terhadap diagnosis infeksi HIV.[13]

Referensi

  1. ^ a b Hans, Rekha; Marwaha, Neelam (2014). "Nucleic acid testing-benefits and constraints". Asian Journal of Transfusion Science. 8 (1): 2–3. doi:10.4103/0973-6247.126679. ISSN 0973-6247. PMC 3943139 alt=Dapat diakses gratis. PMID 24678164. 
  2. ^ Susilowati 2019, hlm. 231.
  3. ^ Gunung, dkk. 2003, hlm. 60.
  4. ^ Stolz; et al. (2019). "Safe-Testing Algorithm for Individual-Donation Nucleic Acid Testing: 10 Years of Experience in a Low-Prevalence Country". Transfusion Medicine Hemotherapy. 46: 104–105. doi:10.1159/000499166. Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link)
  5. ^ Susilowati 2019, hlm. 232.
  6. ^ Peristiowati, Y., dan Nurwijayanti (2018). Biologi Dasar Manusia dan Biologi Perkembangan (PDF). Sidoarjo: Indomedia Pustaka. hlm. 162. ISBN 978-602-6417-70-1.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  7. ^ Pariang; et al. (2020). Panduan Praktis untuk Apoteker: Menghadapi Pandemi Covid-19 Edisi ke-2 (PDF) (edisi ke-2). PT. ISFI Penerbitan. hlm. xi. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-09-23. Diakses tanggal 2021-03-24.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link)
  8. ^ Budiarto, Bugi Ratno (2015). "Polymerase Chain Reaction (PCR): Perkembangan dan Perannya Dalam Diagnostik Kesehatan". BioTrends. 6 (2): 30. ISSN 1858-2478. 
  9. ^ Handoyo, D, dan Rudiretna, A. (2000). "Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR)" (PDF). Unitas. 9 (1): 18. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  10. ^ Gay 2019, hlm. 8.
  11. ^ Gunung, dkk. 2003, hlm. 201.
  12. ^ Gay 2019, hlm. 21.
  13. ^ Ahmad, R., dan Mohammed, S. (2009). Inikah HIV? buku pegangan petugas kesehatan (PDF). Drlinghurst: The Australasian Society for HIV Medicine. hlm. 89. ISBN 978-1-920773-73-1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-01-24. Diakses tanggal 2021-03-24.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)

Daftar pustaka

  1. Gunung, dkk. (2003). Buku Pegangan Konselor HIV / AIDS (PDF). Prahran: Macfarlane Burnet Institute for Medical Research and Public Health Limited. ISBN 1-876-644-01-X.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  2. Susilowati, Rina Priastini (2019). Kajian Sel dan Molekuler: Hubungannya Dengan Penyakit Pada Manusia (PDF). Banyumas: Penerbit CV. Pena Persada. ISBN 978-979-3025-78-0.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  3. Gay, Bryn (2019). Gora, Katherine, ed. Panduan Diagnostik Hepatitis C bagi Aktivis (PDF). Diterjemahkan oleh Ismail, Azwan. New York: Treatment Action Group.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)